KEHIDUPAN SPRITUAL ISLAM DAN PERANANYA DALAM PEMBINAAN KARAKTER BANGSA

Selasa, 03 Januari 2012


(Makalah ini disampaikan oleh Dr. Amal Fathulah Zarkasyl “Wakil Rekotr ISID Gontor Ponorogo” dalam diskusi dengan tema Membangun Spiritualisme dalam Rangka Penguatan Jati Diri Dan Karakter Bangsa, diselenggarakan atas kerjasama Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi dengan SKH Kedaulatan Rakyat, di Universitas Negeri Yogyakarta, hari Jum’at tanggal 19 Agustus 2011.

Terapi Spiritual Umat Islam
1.      Masalah Keimanan
Bagi seorang yang hidup didunia ini harus beriman yaitu beriman kepada Tuhan yang Maha Esa, yang dapat menjadi sandaran, tempat meminta pertolongan, tempat kembali;  Dialah Tuhan yang berhak diyakini eksistensiNya dan berhak disembah, Dia adalah Pencipta dan Pengatur seluruh isi alam semesta, termasuk syariat yang didalamnya mengatur kehidupan manusia baik jasmaniyah maupun rohaniya, juga memberikan criteria dan aturan akhlaq yang jelas bagi manusia (Muhammad Baysar, al’Aqidah wa al akhlaq, cet. 2, Maktabah al-Angla al Masriyah, 1970. H. 91-106)
Dalam teknik pengaturannya Allah menurunkan wahyu-Nya lewat Malaikat kemduain diteruskan kepada para Nabi dan Rasul-Nya agar manusia tidak sesat.  Karena kehidupan di dunia ini mempunyai konsekwensi di hari kemudian, maka disana harus ada iman kepada hari akhir yang mana setiap orang harus mempertanggung jawabkan seluruh amal perbuatannya.
Maka untuk dapat bertanggung jawab terhadap perbuatannya, Allah member manusia kekuatan, keinginan, dan kesanggupan untuk berbuat dan memilih perbuatan yang baik dan buruk, dengna iman bahwa Allah itu berkuasa untuk mengatur segala sesuatu, termasuk perbuatan dan nasib manusia.  Maka untuk mendapatkan taufiq (kesuksesan) semua usaha manusia harus dibarengi dengna doa, karena Allah punya andil dan campur tangan dalam menentukan perbuatan manusia (Amal Fathullah Zarkasyi, Dirasat fi ‘ilmu al kalam,  Darussalam university Press, Gontor, 2011, h.272)
Dengan keimanannya manusia menjadi jelas filsafat hidupnya, semakkn kuat mental dan sikap hidupnya, semakin terbangun karakternya, dan semakin yakin dan optimis dalam menghadapi segala macam cobaan dan tantangan hidupnay.  Umpamanya bagi seorang muslim dalam menghadapi musibah, dia tidak putus asa dan menyalakan Allah, tetapi dia tetap optimis, sebab musibah bagi seorang muslim adalah ujian di dunia, apabila dia lulus, berarti dia akan bertambah kuat imannya, sebaliknya apabila mengalami kesenangan/kenikmatan, seorang muslim tidak boleh sombong., berubah imannya, berubah sikap hidup dan mentalnya, tetapi harus tetap bersyukur.  Sebab ujian itu dalam islma berbentuk kebaikan dan juga berbentuk musibah.

2.      Syariah
Adalah aturan Allah yang diberlakukan bagi kehidupan manusia sebagai makhluk yang paling mulia di muka bumi ini berupa hukum ibadah, kaffrat, nadir, muamalat keuangna (jual beli), hukum keluarga, hukum pidana, dan ganjarannya, hukum tata negara, dan lain-lain (Abu al-Wafa’ al-Ghanimi al-Taftazani, al-Madkhal il al-Tasawuf al-Islami, Dar al-Thaqaf II taba’ah wa al-Nasyr, al-Qahirahm 1979, h.12)
Isinya adalah perintah dan larangan, anjuran, harapan, ancaman, dan pemberian kabar baik.  Orang yang dapat menjalankan syariah dengan sebaik-baiknya, maka dia disebut sebagai muttaqin.

3.      Akhlaq dan Kehidupan Rohaniyah (Spiritualisme)
Bahwa di dalam al Quran telah banyak sekali ayat-ayat Al-quran yang menyuruh kita untuk berakhlaq karimah, seperti: zuhud, sabar, tawakkal, ridho, mohabbah, yaqin, wara’, dan lian-lainnya yang sayogyanya bagi seorang muslim untuk melengkapi imannya dengan sifat-sifat akhlaq tersebut.  Karena Rasulullah adalah contoh yang sempurna dalam hal ini, maka kita disuruh mencontoh Rasulullah.
Sebenarnya bahwa akhlaq Islam adalah asas dari syariat, dimana kalau hukum syairat baik dalam bidang akidah maupun fiqh taida unsure akhlaq maka dia bagaikan bentuk tanpa ruh, atau bangunan tanpa isi, atau badan tanpa jiwa.
Maka beragama bukanlah sekedar melaksanakan ibadah-ibadah yang bersifat formal tanpa memperhtaikan substansinya, atau menjastifikasi agama hanya sekedar mencapai tujuan-tujuan pribadi, tetapi beragama adalah memahami agama dengan penuh kesadaran dan melaksanakan dengan konsekuensi, juga menghubungkan antara ibadah dan kehidupan masyarakat, dan bukanlah seorang yang beragama itu dengan cara mengasingkan diri jauh dari kehidupan sosial.
Yang perlu dipahami bagi seorang muslim bahwa agama dalam substansinya adalah akhlaq, yaitu akhlaq mengatur antara hamba dengan Tuhannya, antara dia dengan dirinya, dia dengan keluarganya, kemudian dia dengna masyarakatnya.



Jadi kehidupan spiritual Islam itu adalah mempunyai dimensi yang cukup banyak, yaitu dimensi spiritual yang memperbanyak dimensi ibadah, sholat, zakat, siyam, haji, baik yang wajib maupun yang sunnah, memperbanyak dzikir, wirid khususnya yang makthur (wirid, doa yang ajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya) disamping itu adalanya diemnsi pengekangan hawa nafsu yang disebut tahanus (Mempersedikitkan makan dan minum), zuhud (menjaga dirinya agar tidak dikuasai oleh hawa nafsunya, bahkan sebaliknya, dirinya dapat mengekang hawa nafsunya), dan lain-lainnya yang tertera dalam maqamat dan sifat-sifat terpuji yang disifati oleh kaum sufiyah.  Sehingga kita dapat menjaga diri kita dari segala macam godaan syaethan yang menjerumsukan kita ke lembah kesesatan dan kehancuran dalam sega bidang kehidupan.


0 komentar: