BERAWAL DARI PKM, aku TAHU. ^_^

Minggu, 03 Oktober 2010 | 0 komentar

Berawal dari Program Kreativitas Mahasiswa yang aku dan temanku buat dengan judul “Pemetaan Jalur Migrasi Burung Pemangsa Migran di Wilayah Lereng Selatan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) dan Perbukitan Menoreh Selama Musim Migrasi 2010” itu aku mulai mengenal dan mempelajari ilmu yang sangat baru.

Ketidaktahuanku terhadap ilmu tersebut, mau tidak mau harus kusempatkan dan kuusahakan untuk belajar terus supaya aku paham dan berharap dapat hasil yang memuaskan seperti yang aku dan teman temanku harapkan.

Pada Sabtu-Minggu, 2-3 Oktober 2010 di Auditorium Fakultas Kehutanan UGM, aku mengikuti pelatihan tentang “Teknik Pemantauan dan Identifikasi Raptor (Burung Pemangsa)”.
Jujur, materi yang disampaikan oleh 4 (empat) pembicara tersebut sangatlah awam buatku. Jurusan yang sedang aku ampu dengan aktivitas/kegiatan yang sedang kujalani tidak seimbang dan tidak berbanding lurus.
Tapi inilah tantangan, ketika kita dihadapkan dengan sesuatu yang berbeda ternyata sangat asyik juga. Walaupun sangat membutuhkan dan harus menyisihkan waktu serta tenaga untuk mempelejari.

Pembicara pertama oleh Bapak Tri yang mewakili Pemateri Ir. Djohan Utama Perbatasari, MM., (KSDA Yogyakarta) dengan tema Perlindungan Jenis Burung Reptor.
Yang dapat aku pahami dari materi tersebut yaitu Indonesia memiliki tingkat keanekaragaman hayati serta tingkat endemisme (keunikan) yang sangat tinggi sehingga dimasukkan dalam salah satu negara mega-biodiversity. Selain itu, Negara kita tercinta ini (Indonesia) juga merupakan negara dengan tingkat keterancaman terhadap kepunahan species yang tinggi, sehingga Indonesia merpakan salah satu Hot Spot bagi prioritas konservasi keanekaragaman hayati.
Meski Indonesia menempati hanya 1,3% dari luas dataran di dunia, tetapi memiliki 10% total jenis tanaman dari seluruh dunia 12% mammals 18% reptiles dan amphibia 17% burung dan lebih dari 25% biota laut dan air tawar.
Ada beberapa penyebab keterancaman Reptor di Indonesia, yaitu
1. Kerusakan Habitab Alami/Hutan;
2. Fragmentasi Habitat;
3. Pemanfaatan Spesies Keanekaragaman Hayati secara Berlebihan, diantaranya perburuan dan perdagangan;
4. Introduksi Spesies Exotik.
Setiap tahun, ribuan sampai ratusan ribu burung pemangsa melakukan migrasi besar-besaran dari Utara ke Selatan melewati Indonesia, dengan jalur utama wilayah sumatra bagian Timur dan jalur pegunungan di Jawa dan Nusa Tenggara.
Lokasi yang menjadi daerah “kunjungan” antara lain adalah Yogyakarta, Semarang, Malang-Jawa Timur, dan Bali. Yang banyak dijumpai pada bulan Oktober-November.

Selanjutnya “Migrasi Burung Pemangsa di Yogyakarta” yang disampaikan oleh Bapak Lim Wen Sin, mengatakan bahwa tiap tahun kawasan DIY diramaikan oleh kehadiran ratusan burung Migran. Lahan basah seperti sungai, persawahan, muara dan pantai menjadikan tempat singgah burung air yang bermigrasi dari berbagai wilayah di Benua Asia. Pemantauan terus menerus dilakukan dari tahun ke tahun, sejak kelompok pengamat burung Yogyakarta pertama (Kutilang Indonesia Birdwatching Club) hingga kini ada beberapa kelompok yang ternaungi dalam Paguyuban Pengamat Burung Jogja.
Selain kehadiran burung air, ternyata ada pula burung petengger yang bermigrasi dari belahan bumi bagian utara. Kehadiran mereka juga makin menarik karena jumlah jenis baru selalu bertambah seiring semakin intensifnya pengamatan yang dilakukan.
Tingkat kesulitan relatif sama seperti halnya memantau burung pemangsa penetap (Lokal), yaitu:
1. Terbang relatif tinggi;
2. Jarang dijumpai saat bertengger;
3. Waktu identifikasi terbatas (umumnya sekali lewat);
4. Lokasi pemantauan yang relatif terbatas.
Raptor Migran di Yogyakarta selama ini, terpantau 5 (lima) jenis raptor migran yang teramati pernah melintas wilayah Yogyakarta, yaitu
1. Elang-alap nipon (Accipiter Gularis), yaitu Burung Pemangsa dengan bentuk fisik dan perilakuk seperti elang tapi berukuran kecil seperti alap-alap.
2. Elang-Alap Cina (Accipiter Soloensis) seperti jenis sebelumnya,bentuk fisik dan perilaku mirip elang meski ukuran seperti alap-alap. Ukuran konon lebih besar dari Elang-alap nipon meski dalam prakteknya banyak pengamat dengan teropong sekalipun tetap menemui kesulitan untuk membedakan.
“Kedua jenis rutin terpantau di beberapa kawasan di Yogyakarta seperti Waduk Sermo, Puncak Bukit Suroloyo (Keduanya masuk perbukitan menoreh), Mangunan-Imogiri (Masuk dalam gugusan bukit karet selatan Yogyakarta), Bukit Plawangan-Turgo, dan Kaliurang (Keduanya berada di lereng selatan Gunung Merapi). Secara perbandingan, jumlah Elang-alap Nipon relatif sedikit dibandingkan Elang-alap Cina.”
3. Sikep-Madu Asia (Pernis ptilorhynchus orientalis), Burung pemangsa “aneh” ini relatif lebih mudah dikenali dibandingkan dua jenis sebelumnya. Selain kebiasaan merampok sarang lebah atau tawon.
4. Elang-Tiram (Pandion Haliaetus), Burung satu-satunya dari Ramili Pandionidae, merupakan reptor yang terkenal dengan kemampuannya masuk ke dalam air untuk menangkap ikan. Kuku panjang melengkung khas penangkap ikan patut diandalkan untuk berburu.
5. Alap-alap Kawah (Falco Peregrinus callidus), Burung pemangsa tercepat di dunia ini beberapa kali terpantau bertengger di kawasan perkotaan dan terbang di lereng selatan Gunung Merapi. Kecepatan menukiknya telah terbukti mampu menjadikan burung ini sebagai ancaman bagi komunitas merpati yang terlatih.
Sejak tahun 1990, telah dilakukan pemantauan oleh rekan-rekanpengamat burung Jogjakarta dan telah terdata sebanyak 15 jenis burung pemangsa seperti pada tabel berikut.

No Nama Ilmiah Nama Indonesia Status
1. Pandion haliaetus Elang Tiram Resident/Migrant
2. Pernis Ptilorhynchus Sikep-Madu Asia Resident/Migrant
3. Halisetus leucogaster Elang-Laut perut putih Resident
4. Spilomis cheela Elang ular-Bido Resident
5. Accipiter fularis Elang-alap Nipon Migrant
6. Accipiter virgatus Alap-alap garis dagu Resident
7. Accipiter trivirgatus Elang-alap jambul Resident
8. Accipiter soloensis Elang-alap cina Migrant
9. Ictinaetus Malayensis Elang hitam Resident
10. Spizaetus bartelsi Elang jawa Resident
11. Spizaetus cirrhatus Elang Brontok Resident
12. Falco molluvensis Alap-alap sapi Resident
13. Falco peregrinus Alap-alap kawah Resident/Migran
14. Falco cenchroides Alap-alap layang Resident
15. Falco severus Alap-alap Macan Resident

Nasib burung pemangsa sama juga dengan satwa liar lainnya, yaitu terancam oleh perubahan iklim, konversi lahan, habitat dan perburuan. Sebuah tantangan bagi bangsa Indonesia untuk bekerjasama melestarikannya.

Materi selanjutnya yang disampaikan oleh salah satu pegawai dari Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) yang kesempatan tersebut lebih condong membahas tentang Gunung Merapi dan Taman Nasional Gunung Merapi.
Merapi berasal dari dua kaya, yakni “meru” yang berarti Gunung, dan “api”. Gunung Merapi merupakan gunung berapi aktif, masih mengeluarkan asap berbau belerang dan sesekali menyemburkan lahar panas.
Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yangmempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendididkan, menunjang budidaya, kebudayaan dan pariwisata/rekreasi alam.
Hutan Gunung Merapi ditetapkan sebagai Taman Nasional Gunung Merapi berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomo SK.134/Menhut-II/2004 tanggal 4 Mei 2004 tentang Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Lindung, Cagar Alama dan Taman Wisata Alam pada Kelompok Hutan Gunung Merapi seluas 6.410 hektar.
Potensi (Nilai Penting) TNGM, yaitu:
1. Keanekaragaman
Dari hasil inventarisasi flora fauna, TNGM memiliki lebih dari 1000 jenis tumbuhan, termasuk 75 anggrek langka, memiliki jenis mamalia kcil dan besar, 150 jenis burung.
2. Fungsi Hidrologi
Gunung merapi merupakan daerah tangkapan air dan sumber air bagi sungai-sungai yang mengalir ke Wilayah DIY dan jawa Tengah.
3. Potensi Wisata Alam
Gungun merapi merupakan gunung aktif dan merupakan hutan tropika pegunungan yang menyimpan pontesi untuk dikembangkan sebagai lokasi wisata alam baik keunikan dan keanekaragaman hayatinya, puncak gunung, air terjun dan panorama indah lainnya.

Dan yang terakhir yaitu materi tentang “Basis Data dan Jalur Migrasi Burung Pemangsa” oleh Asman Adi Purwanto (Koordinator Raptor Migran Indonesia-Raptor Indonesia/RAIN) menyampaikan Dari hasil pemantauan yang diakukan pasca 2004 yaitu 2005-2007 masih tercata total raptor migran adalah sekitar 800an individu dimana yang terbanyak adalah Elang alap Cina 7339 individu dan Sikep madu asia 1758 individu. Dalam masa migrasi balik, catatan untuk Elang alap Cina adalah 12296 individu dimana catatan terbanyak di Penggaron, Jawa Tengah (Baskoro dkk. 2005-2007).

Lokasi pemantauan dan Jalur Migrasi
Pasca 2004, perkembangan terkini dari hasil pemantauan yaitu ditemukannya wilayah wilayah baru pemantauan raptor migran (dulu belum pernah ada catatan raptor migran di wilayah tersebut). Lokasi tersebut seperti Penggaroan (Jawa Tengah), Cibinong, Tasikmalaya, selatan Pulau Madura, Tuban, Serpong Gunung Endut, Cirebon (Semua wilayah pulau jawa);
Desa Lambaro (Aceh), Pulau Rupat, Jambi, dan Pulau Bintan (Sumatera(; dan Ketapang, Muara Kendawangan dan Gunung Pallung (Kalimantan Barat). Kabupaten Ketapang, Muara Kendawangan dan Gunung Palung merupakan catatan baru yang masih perlu diteliti lebih jauh lagi. Ketapang merupakan lokasi yang sangat penting dikarenakan sebagai pintu gerbang Barat masuknya Raptor Migran dari Bangka Belitung ke kalimantan.

Hhhhhmmmm, sebetulnya masih banyak lagi materi materi yang akan aku share kan, namun karena aku belum membaca lebih lanjut sementara cukup ini dulu.
Moga bermanfaat. ^__^

Gubuk Manis, 3 Oktober 2010
Read More